January 3, 2014

Anak Sampah, Bersihkan Negara


Meski terlihat kejam, tapi aku paham inilah pendidikan dan kenyataan yang ayah ajarkan, biar aku tidak salah untuk menjadi manusia.

-----*****-----


Sebelum subuh ayahnya pun sudah membangunkan tubuh mungil Ahan,  bergegas ia mencuci muka dengan mengambil air wudhu kemudian sholat subuh berjamaah. Setelahnya ia harus  menarik gerobak sampah, satu-satunya tumpuhan hidup keluarga.

Inilah keseharian yang dilakukan Ahan, meski usianya masih anak sekolah dasar tapi ia harus menarik gerobak sampah untuk membersihkan kotoran dari lingkungan kompleksnya.

Ayahnya berada dibelakang sambil mendorong gerobak yang ia tarik, setiap kali harus berhenti disetiap depan rumah untuk mengambil sampah rumah tangga tersebut. Ketika gerobak masih jalan sebentar tidak terlalu berat, tapi ketika sudah satu gang keliling, beban berat tarikan semakin bertambah seiring tumpukan demi tumpukan terus menggunung dalam gerobak.

Tenaga yang kami keluarkan pun semakin besar, butiran keringat dikening Ahan dan ayahnya mulai bercucuran.

"Yah, kayaknya sudah hampir penuh lambung gerobak, pundakku sudah terasa semakin ditekan" sedikit curhatan Ahan keluar dari mulut mungil tubuh yang berusaha roda gerobak tetap melaju.

"Bentar lagi juga sudah habis, entar kalau ditanjakkan Ayah yang narik, ganti kamu yang dorong," secuil semangat dari tubuh yang semakin termakan usia.

"Tapi semakin hari kayaknya warga semakin banyak saja sampah yang mereka buang, bulan kemarin kayaknya tidak seberat ini!" Gerutu Ahan.

"Ya, itu sudah wajar, manusianya juga semakin banyak, jadi sampah yang dibuang juga banyak, kalau sampahnya banyak nanti penghasilan tambahan kita juga akan nambah dari botol plastik dan kertas-kertas yang bisa kita jual," kata-kata motivasi ayahya keluar lagi, mananggapi gerutu Ahan.

"Menjadi tukang pungut sampah itu pekerjaan mulia, Han," tegur Ayahnya, untuk tepis gerutu anaknya.

"Mulia dari mananya, pekerjaan kotor dan bau seperti ini, ayah kok bilang mulia. Bukannya pekerjaan mulia dab bersih itu, pekerjaan para penceramah yang dengan baju bersih, dan kata-katanya bisa berarti bagi orang lain" sahut Ahan, sebelum ayahnya selesai menjelaskan.

"Aku pun sering dikatain temen-temen, anak sampah, dari mana bisa mulia," imbuh anak yang masih usia sekolah dasar, 11 tahun ini.

"Ayah bilang mulia karena, membersihkan sampah termasuk membersihkan hati, juga termasuk kita mencintai kebersihan. Bukan kah kebersiahan sebagian dari iman, itu kalau kau di ajar disekolah" ungkap ayahnya dengan kalem sambil, tangannya mengangkut tong sampah untuk dimasukan dalam gerobak.

"Dengan pekerjaan ini, kita juga mengurangi gerutu masyarakat dari kotoran sampah. Ketika sampah tidak kita bersihkan dan menimbulkan bau tidak sedap, warga pastinya akan menggerutu. Selain itu bisa jadi bibit penyakit. Melalui apa yang kita lakukan sekarang, kita juga ikut menjaga warga dari terserang penyakit, dan warga juga tetep terjaga dari maksiat untuk mencaci orang lain" tutur sang Ayah.

"Sebab itu ayah mencintai pekerjaan ini?" Tanya Ahan, sambil menatap muka lesu ayahnya dan kedua tangannya membatu untuk menaikan tongsampah untuk di tuang dalam gerobak.

"Ya, bukan hanya mencintai tapi ini juga sebagi bentuk pengabdian ayah pada negeri ini. Meski hanya dengan membersihkan sampah dilingkungan kompleks, setidaknya itu yang bisa ayah banggakan dinegeri yang kotor penuh tikus pejabatnya. Banyaknya tikus itu karena banyaknya sampah persoalan yang menumpuk dan tidak segera dibuang, sehingga para tikus justru menjadikan tong sampah rumah yang nyaman baginya. Kalau tong sampahnya bersih tikus tidak nyaman berada disitu, karena tidak ada sisan sisa makanan yang bisa mereka ambil. sama halnya yang ada di negara kita persoalan dan musibah justru menjadi tempat yang nyaman para tikus pemerintah. Sekarang kamu mungkin belum paham nak!, kelak dirimu akan mengerti apa yang ayah ucapkan hari ini"

Nasehat pajang sang ayah yang samar-samar dan cukup sukar untuk dipahami Ahan.

"Ya uda yah, kita selesaikan pekerjaan ini dan segera kita beristirahat" sahut Ahan, yang tidak begitu paham yang ayahnya ungkapkan.

Mereka pun melanjutkan pekerjaanya, sampai dijalan menanjak ayahnya menggantikan Ahan untuk menarik gerobak dan Ahan ganti yang mendorong..........

Nb: inspirasi dari tetangga kontrakan

Penulis: Cairudin

No comments:

Post a Comment