September 5, 2013

Tanya Bunda, Apa Sudah Punya Pacar

Sebagai anak yang berusia remaja lanjut, memang menjadi kelebihan tersendiri bagi didink. Dengan sejuta kegiatan di kampus menjadi rutinatas harianya. Usia perkuliahan hampir selesai, di antara 21 tahunan.

Suatu saat dia pulang ke rumahnya di kampung, sebagai anak yang memiliki orang tua, khususnya ibu. Namun  biasanya didink cukup jarang untuk pulang, sebab kebutuhan hidupnya sudah dikirim melalui transfer. Selain itu biaya transport untuk pulang baginya cukup dibuat makan satu minggu di kota rantau, Malang.

Sebagai anak yang harus tunduk dalam perkataan dan perintah baik orang tua khususnya ibu, ia harus pulang, meski berbagai kesibukan harus ia tinggalkan. Ya, didink pulang karena disuruh ibunya sudah tiga bulan ia sama sekali tidak menjenguk rumah kelahiranya di kampung yang dikelilingi persawahan.

Seminggu sebelumnya ibunya menelpon menyuruhnya pulang, namun ada saja alasan yang didink keluarkan agar dirinya tidak menyegerakan pulang, namun alasan dia tidak penuh dengan kebohongan, justru penuh dengan rayuan.


"aah ibu, masak sudah kangen mendalam dengan anaknya? " ungkapnya dalam telepon.

"Meski sudah telefon gini masak masih juga kangen buk, kan anak pean disini sehat-sehat saja dan tetap bahagia". Sambil tertawa kecil  ia berbicara dengan ibunya.

"Kalau ibu sudah kangen berat anakmu pasti pulang kok, bunda sayang, tapi minggu depan, ya." rayunya.

Seorang bunda yang tidak pernah tahu apa yang dilakukan anaknya di kota seberang selama tiga tahun lebih,  mulai dari daftar perkuliahan sampai hampir selesai semester enam ibunya tidak pernah tahu apa yang dilakukan didink. Seperti apa kulaihnya bagus atau buruk, berapa IPK-nya, bergaul dengan siapa, tempat tinggalnya seperti apa. Sama sekali tidak pernah di ketahui ibunya, ibarat bumi melihat langit.


Kemudian pada hari minggu setelah ibunya telepon tersebut dia pulang, Waktu di rumah  sesampai di rumah bercengkrama dengan  ibunya diwaktu sengggang, sudah menjadi bagian dalam dari agenda pulang. Namun meski bercada gurau ibunya yang lebih banyak bercerita tentang bagaimana keadaan dirumah, sanak keluarga, sawah, dan tentang ayam tetangga juga diceritakan kepada didink. Ia sebagai anak hanya bisa mendengar dan sesekali ia membalas dengan senyuman dan jawaban singkat.

Namun suatu yang mengejutakan didink diselah- selah pertanyaan tersebut "dink apa kamu sudah punya pacar?" tanya bunda.

Didink yang terheran-heran dengan pertanyaan tersebut, sebab hal itu tidak pernah ia pikirkan namun menjadi pertanyaan langsung dari ibunya. Wajahnya sedikit kemerahan dan matanya memandang kosong, sedikit dia berfikir, "kenapa pertanyaan itu yang muncul, kok bukan tentang perkuliahanku!, semestinya yang ibu tanyakan itu kuliahku karena aka tidak pernah bercerita kepadanya" gerutu didink dalam hati.

Dalam sejenak ia berfikir, mencari alasan dan jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini, karena baginya pertanyaan ini bisa mengandu dua sisi yang berlawanan, ketika sudah maka asumsinya kuliah pacaran saja. Ketika dijawab belum, seperti anak yang tidak laku.


Dalam pertanyaan tersebut didink tidak menjawan ia dan tidak, namun ia menjawab, malah dengan pertanyaan, "Berapa ibu bisa memberikan uang saku sehingga aku bisa pacaran?" jawaban yang 100% persen berbanding terbalik, orang bertanya malah ia jawab dengan pertanyaan. Ibunya justru terdiam, namun dalam keyakinan didink ibunya pasti paham apa yang dipilih anaknya meski tanpa penjelasan.

Dengan pertanyaan tersebut  sudah menjelaskan apa yang dipilih didink...


Bersambung...



Catatan: belum di edit kebenaran kata
penjabaran kondisi perbandingan didink dan temanya belum
penjelasan tentang perkuliahanya belum

No comments:

Post a Comment